CINTA TAK BERTUAN
Oleh: Yeniarti Juwita
Senja mulai
beranjak ke peraduan. Aku mulai menelusuri jalan yang tak berujung ini.
Berjalan sendiri berkawan sepi. Matahari sedikit demi sedikit mulai
menghilangkan punggungnya tengelam diantara gedung gedung tua dikota kami. Kaki
ku berjalan letih menuju sebuah kursi, tua memang tapi cukup lah untuk
mengistirahatkan beban hati ini.
Aku tak tahu harus mulai dari mana untuk
mengawali cerita ini. Cerita pilu teriris sembilu. Namaku Kheni, Kheniar
Archita langkapnya. Gadis kecil yang baru belajar dewasa, kini dipatahkan
hatinya. Ohh Allah kuharap aku sekuat yang kau bayangkan.
***
-1 september 2010-
Dengan langkah gontai aku berjalan
menuju pelataran sekolah. Setelan baju putih abu-abu rapi menempel dibadanku.
Aku anak SMA, yaa walaupun baru 2 bulan. Hari ini hari pertama puasa ramadhan,
beberapa kawan terlihat kusut tak bertenaga. Dan beberapa lainnya memilih untuk
tidur dari pada mengundang dosa. Kelas baru dimulai pukul 08.00 WIB. Aku mulai
menarik kursi setiaku, nomor dua dari depan baris sebelah kanan dekat dengan
tembok. Ohh sudah lebih lima belas menit tapi tak kunjung seorang gurupun masuk
ke kelas kami. Tapi ditengah keheningan ini tiba-tiba beberapa orang mulai
berjalan keruang kami, kakak kelas mungkin karena wajahnya asing buat kami. Ada
3 orang disana yang 2 cantik dengan balut jilbab sesuai syariat menutupi
dadanya. Dan yang satu aku tak nampak mukanya, dia hanya berdiri diluar
membelakangi kelas kami. Mereka adalah kakak-kakak Osis yang akan memberi
penyuluhan bagaimana cara untuk mengisi angket pemilihan ketua Osis.
Seperti biasa sebelum memulai kelas,
kakak-kakak itu memperkenalkan diri. Beberapa dari kami antusias mendengarkan
dan sisanya tetap dalam aktivitas masing-masing. Pagi ini kelas begitu hening
tapi sebentar kemudian berubah riuh takkala seseorang yang diluar tadi masuk ke
kelas. Memang sih hanya kami kaum perempuan yang mendadak mendapat semangat
pagi ini. Aku awalnya bersikap acuh tak acuh tapi kemudian “ohh Tuhan aku tak
tahu kalau ternyata bidadari tak selalu wanita”.
Namanya Muhammad Faqih. Anak kelas sebelas jurusan IPA,
beberapa teman perempuanku mulai mengodanya terlihat garis merah dipipinya
mungkin dia malu. Dia tidak tampan, tinggi standrat, dandanan nya juga
sederhana. Tapi aku tak tahu kenapa dia begitu bersinar dimataku. Ohh Allah
rasa ini aneh sekali.
***
-Oktober 2013-
Hari mulai berganti hari tak terasa
aku sudah kelas 3, ya walaupun aku masuk jurusan yang tak “sekeren” yang orang
tuaku inginkan. Tapi aku cukup bangga berada di kelas IPS ini. Tanpa aku sadari
sudah dua tahun rasa ini aku simpan dalam-dalam. Mencuri waktu untuk sekedar
melihat wajahnya, menghafal plat nomornya, dan melihat sekilas manis senyumnya.
Hal yang wajar untuk dilakukan diusia ku. Tanpa teman-temanku sadari aku sering
mencari alasan agar bisa ber”sms” dengan dia. Sekedar sok-sokan tanya tentang
agama, ngucapin selamat ulang tahun yang walaupun itu hanya bisa satu kali aku
lakukan dalam setiap tahunnya. Dan tahun ini dia sudah berada didunia yang
berbeda dengan kami dunia impian setiap siswa, dunia tempatnya maha dari semua
siswa, dunia mahasiswa.
Pagi ini aneh sekali, hari tak secerah biasanya, dari
kejauhan kulihat Asta, teman sebangku ku dari kelas satu berlari mendekatiku.
“ehh khen, loe udah tahu belom berita paling update ini?”
Asta mulai mengeluarkan handphonenya. Terkadang aku heran kenapa itu anak
selalu bisa update berita yang sedang ngehits dilingkungan sekolah kami. Ohh
mungkin dia mempunyai bakat menadi paparazi. Entahlah.
“berita apaan sih? Berita heboh?” tanyaku basa-basi.
“lahh, loe kemana aja sih? Ini baru ngehits. Loe tau mbak Ara
kan?”
“mbak Ara?” mataku membelalak bagaimana aku ngak tahu Mbak
Ara, seorang gadis yang nyaris sempurna dan menjadi idaman para siswa laki-laki
di sekolah ini. Tapi sayang ada setitik nila dimataku yang membuat kekaguman
itu hilang berubah menjadi kebencian.
“iya mbak Ara, yang kemaren kelas 12 IPA 3 itu loh yang satu
angkatan sama kakak ku” jawab Asta menerangkan.
“kenapa dia?” selidik ku, tak dapat aku sembunyikan memang.
Setitik nila itu mulai mencuat lagi kedalam hatiku yang telah bertahun-tahun
aku berusaha untuk menimbunnya.
“dia sekarang lagi sakit parah tau ngak. Gue sih ngak yakin
betul apa jenis penyakitnya yang jelas menyerang otak. Kanker otak deh kayaknya”
“lahh kok bisa, emangnya dia dimana sih sekarang?” aku ngak
tau rasa apa yang kini aku rasakan, sedih kah melihat kakak kelas yang kini
terbaring lemah di rumah sakit. Ataukah aku harus merasa senang, seseorang yang
aku benci selama bertahun-tahun kini menderita? Ohh Allah bukan kah aku
terlihat sangat jahat jika seperti itu? Cinta ini tak lagi membutakan, tapi
juga mematikan simpati.
“yang gue denger sih dia di Universita Negeri Kota, jurusan
Kimia kayaknya. Jangan-jangan dia mumet mikir
atom sampe jatuh sakit gitu hhhhe” celoteh Asta.
“isssh loe tuh ngak boleh gitu, masak orang sakit loe
becandain.” Jawabku. Munafik memang karena terbesit dalam hati ini untuk
bahagia tapi sekuat tenaga aku mencoba untuk ikut merasa empati yahh walaupun
hanya karena sebatas rasa kemanusiaan.
***
Dikelas aku mulai memanfaatkan kesempatan ini. Kutekan angka
demi angka yang aku sangat hafal betul. Ku kirim SMS bernada empati dan beberapa
pertanyaan. Yahh inilah kali pertama aku menghubunginya lagi setelah satu tahun
yang lalu aku mulai tersadar buat apa aku mengejar sesorang yang bahkan tidak
pernah melihat kearahku. Dan juga ada sih kejadian yang mulai meretakkan rasa
cintaku untuk nya.
Pikiran ku mulai melayang mengingat
kejadian kelam satu setenggah tahun yang lalu. Waktu itu aku benar-benar sedang
menabur benih-benih kekaguman diatas hatiku. Tapi pohon yang baru berwujud
tunas itu terpaksa ditebang oleh sesorang. Seorang gadis yang awanya begitu
sempurna dimata semua orang, bahkan dimataku yang juga seorang perempuan.
Mungkin aku iri. Bagaimana tidak, bagaimana mungkin Tuhan begitu sempurna
menciptakan seorang perempuan berwajah cantik bak peri, padangan yang
menyejukkan, tutur kata dan tindakan dan lembut dan juga otak yang sangat
cerdas. Tapi bukan itu yang aku benci darinya, walaupun aku sangat berbeda jauh
bagaikan bumi dan langit dengan perempuan itu. Iya disisi lain Tuhan
menciptakan aku yang sangat jauh berbeda dengannya, wajahku standart
wajah-wajah perempuan pada umumnya, penampilanku acak-acakan dan satu-satunya
kelebihan yang aku miliki hanyalah benjolan lemak diperutku. Ohh Allah aku
sangat bersyukur dengan bagaimanapun kondisiku bukan itu yang membuatku
membencinya.
Tapi bagaimana mungkin seorang
berparas bidadari itu membawa separuh hati yang harusnya menjadi miliku. Hati
yang harusnya tumbuh subur dan berdampinga dengan hatiku. Aku tak butuh wajah
cantik itu, penampilan yang anggun itu, aku ngak butuh semua itu. Aku hanya
butuh separuh hati yang dia bawa lari. Dan bahkan kini separuh dari hati asliku
mulai retak takkala mendengar beberapa dari temanku bercerita bahwa Mas Faqih
telah mencintainya jauh sebelum benih cinta itu tumbuh dihatiku. Yahh mereka
berteman jauh sebelum aku datang kehidup mas Faqih, mereka telah berteman sejak
SMP dan mungkin saja Mas Faqih sudah mencintainya sejak saat itu. Hati kecilku
ini benar-benar terlalu rapuh untuk merasakan kisah sedih ini. Sekuat tenaga
aku selalu mencoba berhenti berharap akan ketidak pastian yang begitu
menyakitkan ini, tapi aku tak kuasa Tuhan rasa cinta ini terlalu dalam mengakar
didalam relung jiwa yang akupun tak pernah tahu seberapa dalam akar cinta itu
menancap.
Dan yang lebih parah lagi Mas Faqih
tahu bahwa Mbak Ara tak pernah menaruh sekeping perasaan pun padanya. Tapi mas
Faqih terlalu sabar dia akan menunggu saat itu tiba, waktu dimana keping demi
keping perasaan cinta mulai terbingkai dihati Mbak Ara.
***
Kembali ke tahun sekarang, sebentar
kemudian HP ku mulai berbunyi. Beberapa patah kata tertulis di layar HP ini
“iya dek. Mohon doa untuk Mbak Ara ya. Maafin dia kalau selama ini punya salah”
balas Mas Faqih.
“siapa peduli” pikirku. Rasa hatiku masih tertutup nila untuk
melihat betapa ada seseorang disana terkapar sakit tak berdaya. Bagaimana
mungkin aku bisa berbuat sejahat ini dikalahkan rasa cemburu yang tak pernah
ada ujungnya. Lebih aku diam daripada Tuhan akan melaknatku.
***
Akhir-akhir ini SMS demi SMS sering
aku terima dari mas Faqih, isinya sama memohon doa agar Mbak Ara segera diberi
kesembuhan. Sore ini aku mulai tersadar betapa aku terlalu kejam dan berlebihan
pada Mbak Ara. Padahal aku tahu betul bahwa dia tidak pernah dengan sengaja mematahkan tunas cinta
dihatiku. Sedikit yang ku dengar dari teman bahwa penyakit yang diderita mbak
ara adalah penyakit kanker otak. Dimana penyakit ini menyerang sistem syaraf
otak dan akan melumpuhkan syaraf tubuh nya yang lain. Aku baru tersadar betapa
aku sangat jahat dan rapuh, kebencian yang ditimbulkan dari sebuah kecemburuan
bisa mematikan nalar pikirku. Dan akupun baru tersadar juga betapa besar cinta
yang telah ditanam Mas Faqih untuk Mbak Ara bahkan cinta itu melebihi besarnya
dari rasa cintaku pada mas Faqih yang hanya baru tumbuh seujung kuku. Mungkin
aku yang terlalu pede untuk merasakan sebuah cinta yang akan dibalas dengan
cinta pula.
Tidak hanya dari SMS, timeline demi
timeline facebook dan twitter Mas Faqih pun penuh berisi doa untuk memohon
kesembuhan menghampiri Mbak Ara. Ohh Tuhan aku menyerah dalam garis cinta ini.
Aku menyerah Tuhan. (-YAJ-)
Bersambung.....
Tidak ada komentar:
Posting Komentar